Welcome to the World My Baby, Hasna Aisyah
Kehadiranmu merupakan kebahagiaan yang teramat besar bagi kami, mengandungmu selama sembilan bulan membuat hati kami diliputi rasa cinta dan bahagia karena menanti kehadiranmu, melahirkanmu adalah momen yang paling mendebarkan bagi kami, melihat wajahmu dan mendengar tangisanmu untuk pertama kalinya adalah momen yang paling kami tunggu-tunggu setelah penantian kami selama 9 bulan.
Kisah ini berawal dari akhir Februari 2015 lalu, ketika saya dinyatakan positif hamil. Yang kami rasakan saaat itu antara senang, haru, dan merasa belum siap menjadi orangtua.
Baca juga: Cara Mengurus KK & KTP karena Pindah Domisili (Menikah)
Hingga akhirnya kehamilan saya menginjak 8 bulan, mau tidak mau saya dan suami harus berpisah jarak dan waktu, selama hampir 2 bulan. Suami menunaikan ibadah haji di Baitullah, dan saya sementara waktu tinggal di Medan, di rumah kakek mertua.
Rencana awal, saya akan bersalin di Medan. HPL saya saat itu 25 Oktober 2015, sedangkan suami dijadwalkan kembali ke tanah air awal Oktober. Namun ketika suami telah kembali ke Medan, saya membujuk suami agar bisa melahirkan di tempat domisili kami saja, yaitu di Aceh Tenggara. Alasannya hanya satu, supaya ketika sewaktu2 akan melahirkan, suami bisa berada disisi saya, mendampingi proses persalinan. Akhirnya suami pun luluh.
Baca juga: Dokter Spesialis Kandungan (SpOg) di Medan
Baca juga: Perkiraan Biaya Melahirkan di Medan
Sehari sebelum kami memutuskan kembali ke Aceh Tenggara, kami periksa kandungan di dr. Angel Jelita, SpOg di tempat praktek beliau (dekat dengan asrama haji Medan). Setelah periksa dan konsultasi dengan dokter, Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan. Menurut dokter, di usia kehamilan saya yang menginjak 36 week ini masih cukup aman untuk melakukan perjalanan darat ke Aceh Tenggara.
Baca juga: Mudik Asyik a la Backpacker
Baca juga: Tips Membawa Durian di Pesawat
Baca juga: Cara Menambah Nama pada Paspor Anak
Akhirnya kami sampai di Aceh Tenggara. Begitu sampai di rumah, mau tidak mau kami harus segera beres-beres karena kondisi rumah yang ekstra kotor dan berdebu (tidak dihuni selama sekitar 2 bulan) dan kami takut jika anak kami lahir sewaktu-waktu dan rumah dalam kondisi kotor. Setiap hari kami bersih-bersih, karena kondisi saya yang hamil tua dan suami juga harus melaksanakan pekerjaan kantor, jadi bersih2nya dicicil semampu kami ;p
Baca juga: Tips Agar Tetap’Waras’ Sebagai Ibu Rumah Tangga
Kamis, 15 Oktober 2015/2 Muharram 1437 H,
Sore ini kami periksa kandungan di RS Permata Bunda, Kutacane untuk melihat kondisi janin apakah baik2 saja setelah menempuh perjalanan darat delapan jam. Dari hasil USG, alhamdulillah semuanya bagus, perkiraan berat badan Aisy 2.9 kg. Setelah periksa kami pun pulang ke rumah.
Malam harinya saya tidak bisa tidur nyenyak, rasanya punggung dan pinggang ‘pegel’, perut nggak nyaman, diganjal dengan guling pun masih tetap terasa pegel, suami sampai sering terbangun. Jam 3 dini hari, ternyata setelah dicek, keluar salah satu tanda menjelang persalinan, yaitu keluarnya darah warna merah. Saya pun langsung membangunkan suami, kami sangat bahagia, karena Aisy sudah menunjukkan tanda akan lahir, sebentar lagi kami akan menjadi ayah dan bunda untuk Aisy. Sejak saat itu kami tidak bisa tidur lagi.
Jum’at, 16 Oktober 2015/3 Muharram 1437 H
Adzan shubuh berkumandang, suami sholat dan saya masih tiduran di kasur. Kami merencanakan untuk ke bidan pagi ini, sekitar jam 9. Suami hari ini tidak masuk kantor, karena khawatir takut Aisy sudah mau lahir. Sekitar jam setengah 10 suami membawakan sarapan dan air kelapa muda. Oiya, semenjak di Kutacane suami rutin membelikan air kelapa muda tiap hari buat kami (saya dan aisy), kata dokter biar ketubannya cukup^^. Setelah sarapan kami ke puskesmas untuk periksa, siapa tahu sudah ada pembukaan.
Begitu sampai di puskesmas ternyata bidannya tidak memeriksa saya karena tahu saya sudah keluar darah, jadi langsung dikasih rujukan untuk ke rumah sakit. Tapi saya tidak mau melahirkan di RS, karena saat itu di fasilitas2 kesehatan di Kutacane sedang banyak orang PKL, kemungkinan di RS juga akan seperti itu. Saya ingin proses persalinan yang privat dan jauh dari ‘keramaian’.
Awalnya kami mau ke RS untuk periksa pembukaan dan kondisi Aisy saja, tetapi karena jarak dari puskesmas ke RS cukup jauh, dan punggung saya sakit akhirnya kami putar arah, menuju ke RS Cahaya Bunda, tempat USG kemarin.
Begitu sampai disana, perawat langsung mempersilahkan saya untuk diinfus dan akan diberi obat perangsang, kontan saya tidak mau, karena saya berkeinginan untuk melahirkan Aisy secara normal alami (jika memungkinkan). Akhirnya saya minta di VT saja untuk cek pembukaan. Waktu diperiksa ternyata masih pembukaan 1, tapi posisi Aisy katanya sudah bagus, kepalanya sudah dekat. Kata bidannya, karena hamil anak pertama, kemungkinan penambahan bukaan itu tiap 1 jam. Waktu itu saya periksa sekitar jam 11, jadi kemungkinan bukaan lengkapnya jam 8 malam. Bidannya juga berpesan, intinya kalau sudah sakit yang tidak bisa ditahan, harus langsung dibawa ke nakes, nggak harus disitu, yang penting segera ke nakes. Bidannya enak sih, sayang saya sudah terlanjur kecewa dengan penawaran diinfus, dikasih perangsang, dan beberapa hal lainnya 😰
Setelah periksa, kami rencananya ke bank dulu, tapi karena antrian panjang, akhirnya tidak jadi. Tujuan kami selanjutnya, membeli selang untuk mesin cuci. Setelah itu kami rencana mau cari ava*l dan bantal kepala untuk Aisy, tapi ternyata tokonya tutup. Lalu kami ke toko peralatan untuk membeli rak piring dan pompa galon. Iya, kami baru beli2 perabot menjelang Aisy lahir, karena dulu mikirnya kalau kebanyakan barang susah pindahannya ;p. Ketika beli2 itu, perut dan punggung sudah nyeri sebentar2, katanya sih itu kontraksi. Setelah membeli perabotan, kami membeli cemilan, kata suami untuk bekal kalau mau lahiran nanti, hehe. Setelah membeli cemilan, kami membeli lauk untuk makan siang.
Alhamdulillah sampai juga di rumah, kami langsung rebahan, terutama saya, sudah pegel banget punggungnya. Bangun tidur, kami makan siang, tapi saat itu saya sudah nggak selera makan, cuma bisa makan 2-3 suap aja, itupun disuapin ;p. Rasanya perut mual banget.
Lalu suami melanjutkan beres2 rumah, rencananya saya juga mau membantu, tapi ternyata rasanya sudah semakin sakit saja. Sekitar maghrib kami ke bidan yang memang menjadi tujuan tempat kami akan melahirkan, sebut saja Bidan S. Bidan S ini ketua bidan-bidan yang ada di Aceh Tenggara. Oiya, tadi pagi kami juga sudah ke bidan S, tapi ternyata bidan S sedang dinas di kantornya.
Sebelum ke bidan S, suami sholat maghrib di masjid dekat bidan S. Sampai di bidan S, ternyata bidannya masih ingat dengan kami. Padahal, sebelum hari itu, kali pertama dan terakhir kami kesana adalah saat saya telat menstruasi 6 hari dan hasil testpack positif, sudah lama banget ya?hehe. Bahkan bidannya ingat kalau saya dari Jogja, poin positif bisa mengingat ‘customer’, hehe.
Saya akhirnya di VT, sebelum di VT, bidannya menunggu ada kontraksi dulu, akhirnya saya jalan2 sebentar untuk ‘memancing’ kontraksi, akhirnya kontraksi pun muncul. Waktu diperiksa ternyata masih bukaan 1 longgar, alias bukaan 1,5. Katanya nanti kemungkinan sekitar jam setengah 11 atau jam 12 malam.
Akhirnya kami pun pulang, kami mampir dulu beli pisang molen, beli air kelapa muda, dan sate ayam. Semua makanan kesukaan saya. (Ps.: kalau hamil sebaiknya hindari sate ya, saya aja nih yang bandel, sering banget makan sate waktu hamil ;p). Waktu itu kontraksinya sudah semakin sakit, tapi saya tahan. Akhirnya sampai juga di rumah, semua yang dibeli sudah siap untuk dimakan, tapi saya benar-benar tidak nafsu makan. Akhirnya saya cuma makan beberapa suap aja, minum kelapa muda, dan air putih.
Kontraksi sudah semakin sakit, mau tidur pun sudah tidak bisa. Setiap kontraksi saya minta suami untuk mengelus2 punggung supaya agak berkurang sakitnya.
Sabtu, 17 Oktober 2015/4 Muharram 1437 H
Sekitar jam 12 malam, suami tanya, sakitnya masih bisa ditahan nggak?saya bilang bisa. Walaupun memang sudah semakin nyeri banget, tapi tetap saya tahan. Suami tidur sebentar, saya karena sudah nggak kuat sama sakitnya dan sudah pegel plus nyeri karena daritadi tiduran miring ke kiri (kalau tidak salah, tiduran miring ke kiri mempercepat penambahan bukaan, cmiiw), akhirnya saya pakai jalan2 muter2 rumah. Setiap sakitnya datang, saya elus2 Aisy dari luar sambil tetap jalan (kalau masih kuat) sambil ‘sounding’ ke Aisy kalau kita bisa lahiran normal, Aisy nanti bantu bunda ya, dsb.
Setiap sakitnya datang saya istighfar, kadang baca doa ketika ada bagian tubuh yang sakit, pokoknya diseling2, sambil terus jalan2 muterin kamar/ruang tamu semampu saya. Tapi sedih karena kelupaan nggak baca surat al-zalzalah, padahal ada sunnahnya membaca surat tersebut, hiks.
Saat itu masih sempat2in untuk senam hamil a la a la belly dance, nama senamnya belly dancercise dari Prenag*n. Supaya kepala debay semakin cepat turun. Senamnya pun sambil nyengir2 nahan sakit, hehe. Semenjak 8 bulan saya memang rutin senam hamil tiap hari, gerakannya ganti2, hasil download dari Youtube mumpung di Medan koneksinya cepat, hihi.
Oia, saya juga merutinkan untuk buang air kecil tiap sudah ‘kebelet’, katanya juga bagus untuk proses persalinan. Walaupun setiap habis buang air kecil sakitnya jadi tambah terasa wow.
Sekitar jam setengah 1 dini hari saya merasa ingin buang air besar, nekat sih, katanya kan nggak boleh ngeden sebelum bukaan lengkap, sedangkan saat itu kita nggak tahu sudah bukaan berapa. Tidak lama kemudian saya merasa mual banget, bener aja, saya muntah, semua yang saya makan dari pagi keluar semua. Badan rasanya udah lemes banget, saat itu terbesit kekhawatiran takut gagal lahiran normal karena rasanya sudah kehabisan tenaga, bener2 lemes. Suami kemudian menawarkan saya untuk membuatkan teh hangat. Setelah minum sedikit saya pun tiduran lagi.
Rasanya sakitnya sudah semakin menjadi2, saat itu jam menunjukkan pukul setengah 2 dini hari. Saya sampai nangis2 dan minta untuk dibalur minyak kayu putih setiap sakitnya muncul. Suami akhirnya menawarkan untuk kompres dingin dengan es (suami tadi pagi googling, katanya kompres dingin bagus untuk menjelang persalinan). Alhamdulillah sakitnya sedikit berkurang. Menjelang jam 2 saya sudah sangat kesakitan, sampai kadang nggak sadar saya marah2 ke suami untuk segera ngolesin punggung saya dengan minyak kayu putih. Saking sakitnya, saya minta suami untuk olesin minyak kayu putih yang buanyak, tapi tetep aja nggak kerasa, karena kata suami memang sudah dikasih minyak kayu putih buanyaak. Waktu terasa begiiiituuuu lama.
Saya minta suami untuk tahajud sambil mendoakan kebaikan untuk kami dan juga berdoa dengan minum air zam2. Waktu itu saya sudah tidak kuat untuk jalan2, saya cuma tiduran sambil nangis2. Suami menawarkan, apa kita ke bidan S sekarang? Saya ragu, soalnya kalau sudah di bidan pasti nggak bisa bebas, apalagi harus bolak2 kamar mandi, jadi rencananya kami kesana habis shubuh aja.
Akhirnya jam 3 datang, saya sudah nggak sanggup ngapa2in, sudah ekstraaa sakiiiitt. Sekitar jam 4 suami meminta saya untuk mengambil barang2 yang mau dibawa tapi belum dipacking, misalnya alat2 mandi n kosmetik (bedak doank kok, sama sisir :p). Setelah itu saya ganti baju, tiduran lagi sambil nunggu shubuh.
Alhamdulillah adzan shubuh berkumandang, suami sholat, saya siap2 untuk ke bidan. Selesai sholat, suami beres2 dulu, menyimpan makanan2 ke kulkas, waktu itu saya di kamar. Tiba2 datang kontraksi lagi dan yang ini rasanya saaaakkiiiiiitttt bangeeeeet berkali-kali lipat dari yang sebelumnya, sampai yang ketika itu posisi saya berdiri jadi merangkak saking menahan sakit, saya sambil teriak manggil suami yang baru di dapur. Lalu suami datang ngelus2 punggung saya. Saat itu sepertinya suami sempat kesal dengan saya, karena saya teriak, katanya takut mengganggu tetangga, padahal mau bagaimana lagi, memang sudah sakit banget, sampai kaos kaki pun dipakein sama suami ;D
Akhirnya sekitar jam 5 kami ke bidan naik motor. Belum ada 50 meter dari rumah, muncul lagi kontraksinya, saakiiit banget, sampai saya suruh suami untuk berhenti, karena setiap datang kontraksi yang benar-benar sakit itu, ditambah dengan goncangan motor rasanya sakit banget sampai ke seluruh tubuh, sampai nggak tahu lagi bagian tubuh yang mana yang sakit. Akhirnya kami berhenti sebentar.
5 meter dari rumah bidan, kontraksinya muncul lagi dan benar2 saakiit banget sampai saya mohon2 suami untuk berhenti, karena kalau diatas motor sakitnya jadi lebih dahsyat. Saat itu suami ragu dan malah mau mempercepat laju motor karena memang sudah dekat bangeet sama rumah bidannya. Tapi akhirnya suami mengalah untuk berhenti sebentar.
Begitu sampai asisten bidannya bilang kalau dia dan seorang temannya sampai menginap disana karena dikira kami akan datang tengah malam, namun kami tidak kunjung tiba. Mungkin mereka kira saya sudah lahiran ditempat lain kali yak ;p.
Akhirnya masuklah kami ke ruang bersalin. Setelah di VT ternyata sudah bukaan lengkap 😮 sungguh kaget bukan main, pantas saja sakitnya aduhai banget pokoknya.
Bidan S menyajikan segelas teh hangat untuk saya sembari berpesan “kalau udah mules bilang ya”. Sebenarnya saya bingung yang dimaksud mules itu yang bagaimana,hihi. Sekitar 20 menit kemudian, ketuban pecah, di VT katanya rambut debay sudah bisa teraba^^.
Mules.. Mengejan.. Mules.. Mengejan, begituu terus. Tapi sedihnya saya kurang pintar mengejan. Bidan dan asistennya sampai gemas karena kepala debay yang sudah hampir keluar kembali masuk lagi. Frustasi?? Iyaa. Saya frustasi, sangat frustasi, frustasi banget, takut, dan khawatir akan keselamatan aisy, karena pernah baca katanya terlalu lama di jalan lahir bisa berdampak negatif bagi debay.
Sempat dalam hati terbesit apakah sebaiknya saya dirujuk ke RS untuk sesar saja, atau vakum saja? Saya sempat bilang ke bidannya intinya saya rela digimanain aja, yang penting debay lahir dengan selamat.
Alhamdulillah bidannya dengan sabar dan kekeuh masih mengusahakan untuk normal. Sudah berselang 30 menit sejak saya mengejan. Akhirnya untuk mempercepat, ketika saya mengejan bidan tersebut mendorong perut saya berkali2.
Suami alhamdulillah selalu support saya, meminumkan zam2 atau teh ke saya, dan mengajak saya ngobrol supaya tidak hilang kesadaran, karena ketika diantara jeda mengejan saya benar2 ngantuk, seperti orang teler, dalam sekejap bisa ketiduran, padahal sedang ngobrol dengan suami. Ada yang bilang katanya kalau dibiarkan tidur bisa bablas. Wallahu a’lam, yang jelas saya memang mengalami fase benar2 mengantuk sengantuk2nya.
Alhamdulillah, setelah mengejan selama 45 menit, akhirnya pada 17 Oktober 2015/4 Muharam 1437 H/1 minggu sebelum HPL, pukul 07.36 WIB akhirnya lahir putri pertama kami. Begitu aisy lahir rasanya benar-benar ploong dan lega😂.
Namun ketika lahir aisy tidak langsung menangis, saat itu saya benar2 khawatir (saat Aisy berusia 9 bulan baru suami saya cerita kalau setelah Aisy lahir, ada bagian tubuh Aisy yang membiru, mungkin kehabisan oksigen atau terlalu lama di jalan lahir 😭
Alhamdulillah, biidznillah terdengarlah suara tangisnya untuk yang pertama kali. Kemudian aisy digendong kearah saya untuk saya cium 😘. Sayangnya kepala Aisy saat itu jadi lonjong dan panjang karena ketika mengejan saya tidak tuntas (terputus2), sehingga ketika kepalanya sudah hampir keluar, kepala aisy kembali masuk lagi. Tapi alhamdulillah sekarang sudah terlihat normal bentuk kepalanya, maasyaa Allah..
Setelah itu bidan dan asisten bidan mengeluarkan plasenta serta melakukan penjahitan terhadap saya. Qoddarullah saya harus dijahit 2 jahitan dalam dan 4 jahitan luar. Saya pun dijahit tanpa bius, huhu. Tapi mungkin karena kelelahan/over excited/lega aisy sudah lahir, ketika dijahit tidak terlalu terasa sakit, Maasya Allah. Suami mendampingi saya di sebelah saya. Sedangkan aisy sedang dibersihkan, dipakaikan baju dan bedong agar hangat, serta ditimbang untuk kemudian IMD dengan saya😚
Hasna Aisyah (BB 2,7 kg ; PB: 50 cm), nama sekaligus doa yang kami sematkan untuk putri pertama kami. Hasna berarti indah, bagus, satu akar kata dengan Hasan. Sedangkan Aisyah adalah nama istri Rasulullah yang sekaligus berarti kehidupan
Rasul – shallallahu’alaihi wasallam– dahulu bila melihat suatu perkara dunia yg membuatnya takjub, beliau mengatakan:ﻟﺒﻴﻚ ﺇﻥ ﺍﻟﻌﻴﺶ ﻋﻴﺶ ﺍﻵﺧﺮﺓ/Labbaik, innal ‘aisya ‘aisyul akhirah/
“Aku penuhi panggilanmu ya Allah, sungguh kehidupan yg hakiki adalah kehidupan akherat ” (HR. Bukhari&Muslim)
Kami berharap ia akan memiliki kehidupan yang baik dan indah di dunia maupun akhirat. Aamiin. Kami memanggilnya Aisy, sebagaimana panggilan sayang Rasulullah kepada Aisyah-dalam sebuah hadits riwayat Muslim-, yaitu yaa Aisy <3 <3 <3.
Beberapa saat kemudian suami mentahniknya dengan kurma ajwa yang sengaja suami bawa dari tanah suci, lalu kami mendoakannya dengan:
doa istri imraan yang terdapat pada surat Ali Imran, maryam kami ganti dengan nama aisy: wa inni sammaituhaa hasna ‘aaisyah wa inni ‘u’idzuhaa bika wa dzurriyyataha minasy syaithaanir rajiim
doa perlindungan anak: u’idzuki bi kalimatillahit taammaati wa min kulli syaithaanin wa haammatin, wa min kulli ‘ainil laammatin 3x
dan beberapa doa yang lain dari al-qur’an:
rabbi hablii minash shaalihiin
rabbij ‘alnii muqiimash shalaat wa min dzurriyyati rabbana wa taqabbal du’aa
rabbanaa hablanaa min azwajinaa wa dzurriyyatinaa qurrata a’yun wa ja’alnaa lil muttaqiina imaama
rabbanaa hablanaa min ladunka dzurriyyatan thayyibbatan innaka samii’ud du’aa
Sore harinya, sekitar pukul 17.00 WIB, kami kembali ke rumah kami, saya dan aisy naik becak dengan asisten bidan, sedangkan suami naik motor. Kami pun memulai hari-hari kami yang penuh dengan hal baru bersama, hanya kami bertiga, saya, suami, dan Aisy, Maasya Allah rasanya, nano-nano ;D
Ps. Saking apa-apa dikerjain cuma berdua, kami pernah tepar (saat Aisy berusia 2 hari), tengah malam Aisy menangis dan kami tidak sadar, entah berapa lama Aisy menangis hingga akhirnya saya terbangun karena suara tangisannya, maaf ya sayang… 🙁
Alhamdulillahil ladzi bini’matihi tathimush shaalihaat.. Alhamdulillah, semoga kami bisa menjaga amanah dan titipan dariNya dengan sebaik mungkin. Semoga kelak ia bisa menjadi anak yang shalihah yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Aamiin yaa Rabb.👪
Selesai ditulis pada 1 Agustus 2016, 15.59 WIB, di Aceh Tenggara.
Dinaaa, ak ma gita pagi-pagi bacanya ketawa2 din wkwk, itu kamuny nekat banget tunggu sampe subuh xD
Maa syaa ALLAH Mbak Diiin.. Linu ngebayangin kontraksinya.. xixixi
Masyaallaah.. seru banget cerita persalinannya. Persis seperti kelahiran putri pertama saya yang harus didorong-dorong perutnya. Tapi cara mendorong itu sebetulnya tidak dianjurkan ya, mba.
Iya mba, saya malah baru tahunya 3 bulanan setelah melahirkan klo ternyata dorong2 perut itu berbahaya, huhu
Baru jalan2 di blog nya dina
Hihi
Nekat banget ya din
Bacanya deg deg serr
Jadi inget kasus pasien dokterku yg lahiran di jalan karena santai banget nunggu kontraksi maksimal dulu. Udah muncul rasa pengen Pup berarti udah tinggal brojol din. Hehe
Hihihi
Iya mba, habis nggak tahu klo udah mau lahir.. kaget banget pas bidannya bilang udah bukaan 10, hihi