Mimpi Rumah Pertama: Rumah Masa Kecilku
Rumahku istanaku merupakan istilah yang sudah sering kita dengar. Dari rumahlah awal rasa persaudaraan dimulai, tempat berkumpul bersama keluarga, dan menjadi awal mula terbentuknya sikap dan karakter manusia. Dari rumah pula tempat pendidikan pertama bagi setiap orang.
Rumah Masa Kecilku
Memiliki rumah merupakan impian semua orang, tak terkecuali orang-orang yang pernah ditimpa musibah bencana alam sekalipun. Dari lahir sampai SMP aku habiskan umurku di sebuah daerah di ujung Pulau Sumatera, Kota Banda Aceh. Sampai takdir itu pun datang. Minggu, 26 Desember 2004, seluruh keluargaku telah tiada karena musibah Tsunami yang menerjang tempatku. Bagaimana tidak, kediamanku waktu itu hanya berjarak lima ratus meter dari pantai.
Bencana alam Tsunami, tak pernah terpikirkan akan menimpa kampung halamanku secara tiba-tiba. Pada saat itu umurku masih sangat muda dan aku harus kehilangan seluruh keluarga intiku. Belum lagi keluarga besarku, sekitar 200-250 orang semua meninggal akibat Tsunami. Seluruh sahabat masa kecilku, para tetangga, dan kampung halamanku, kini telah tergantikan dengan hamparan luas sejauh mata memandang, tak ada sedikit pun yang tersisa. Kini tinggal aku satu-satunya ahli waris dari keluargaku.
Beruntung, lahan yang tertinggal tak lama kemudian dibangun rumah kembali. Dengan rumah bantuan yang dibangun, setidaknya bisa menjadi tempat bernaung dari teriknya matahari dan berteduh dikala hujan datang. Dengan dibangunnya kembali rumah masa kecilku, setidaknya memori kenangan di rumah itu masih tetap ada, meskipun tidak serupa. Ini adalah rumah pertama peninggalan kedua orangtuaku. Terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membangun desaku kembali sehingga kini menjadi hidup dan ramai kembali.
Kini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun rumah khusus (rusus) bagi para korban gempa dan Tsunami, di berbagai lokasi seperti di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Palu, Donggala dan Sigi (Sulawesi Tengah) serta terakhir di Banten dan Lampung.
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam karena berada di jalur gunung berapi teraktif di dunia, yaitu Cincin Api Pasifik. Selain itu, wilayah Indonesia terdiri atas tiga tumpukan lempeng benua yang aktif, yaitu lempeng Asia, Pasifik dan Austronesia. Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki bekal pengetahuan agar dapat melakukan upaya pengurangan risiko bencana.
Kondisi Perumahan di Indonesia
Secara umum kondisi perumahan di Indonesia terus mengalami peningkatan sejalan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi suplai jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi jumlah permintaan yang ada. Kebutuhan akan rumah muncul karena terjadinya penambahan penduduk yang membentuk keluarga baru. Dengan demikian, kebutuhan untuk membangun perumahan ini tak akan ada habisnya.
Tujuan kebijakan perumahan Indonesia diatur di dalam UU No. 1 Tahun 2011:
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal ini sesuai dengan salah satu dari Sembilan agenda prioritas NAWACITA, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Dalam rangka mendukung tujuan tersebut, maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat secara berjenjang menetapkan Visi sebagai berikut:
Data dan Fakta Rumah Layak Huni dan Terjangkau
Persentase penurunan jumlah rumah tidak layak huni dari tahun 2015 sampai 2019 terus mengalami kenaikan. Ini dapat diartikan bahwa terjadinya pertambahan jumlah rumah layak huni pada periode tersebut. Salah satu indikator kinerja utama Kementerian PUPR adalah penurunan persentase jumlah rumah tidak layak huni. Pada tahun 2019 pembangunan perumahan sebanyak 236.234 unit atau 99,67% dari target sebesar 237.017 unit. Selain itu capaian kinerja juga dilihat dari persentase penurunan kekurangan tempat tinggal (backlog). Realisasi pada indikator kinerja ini adalah sebesar 13.041 unit dari target yang telah ditetapkan sebanyak 14.704 unit pada tahun 2019. Realisasi ini diperoleh dari kegiatan pembangunan rumah susun, pembangunan rumah khusus, dan pembangunan baru rumah swadaya.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja Kementerian PUPR dalam hal ini Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan sudah sangat baik. Hal ini juga didukung oleh data BPS dengan meningkatnya persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau dari tahun ke tahun. Berikut dapat disimak video infografis yang telah dibuat penulis.
Dilihat dari persentase rumah tangga yang memiliki hunian yang layak dan terjangkau terjadi pergerakan yang meningkat dari tahun 2015 sampai tahun 2018. DI Yogyakarta dan DKI Jakarta merupakan dua provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki hunian yang layak dan terjangkau tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 99,46 dan 99,36 persen di tahun 2018. Provinsi yang memiliki persentase rumah tangga yang memiliki hunian yang layak dan terjangkau terendah di Indonesia adalah Papua sebesar 58,23 persen dan Nusa Tenggara Timur 72,06 persen. Provinsi lainnya memiliki persentase pada rentang 89,88 hingga 99,16 persen.
Untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) selaku penanggung jawab penyelenggara perumahan meluncurkan beberapa program bantuan pembangunan sarana dan prasarana perumahan. Program-program tersebut antara lain, pembangunan rumah khusus, rumah susun, bantuan pembangunan fasilitas pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU), bantuan pembiayaan perumahan, dan bantuan stimulus rumah swadaya (peningkatan kualitas dan pembangunan baru).
Dapat kita lihat dari peta diatas bahwa program rusunawa sudah tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Sedangkan untuk program rumah khusus dan PSU sudah tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kita berharap nantinya program ini juga dapat menjangkau hingga ke pelosok, pulau terpencil di seluruh wilayah negara kita.
Program Rumah Khusus
Rumah khusus adalah salah satu program bantuan pembangunan perumahan. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, rumah khusus adalah program Kementerian PUPR yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus, seperti nelayan, pemukiman kembali korban bencana/pengungsi, guru, tenaga medis, TNI/Polri, dan petugas di daerah perbatasan dan pulau terpencil.
Dengan menggunakan metode Natural Breaks pada software Geoda membagi Indonesia menjadi 4 kategori pembangunan rumah khusus. Total pembangunan rumah khusus paling banyak dibangun di Provinsi Papua yaitu sebanyak 3.554 unit selama periode 2015-2019. Kemudian diikuti oleh Provinsi Papua Barat sebanyak 2.007 unit pada periode yang sama. Dapat kita lihat juga bahwa pembangunan rumah khusus lebih banyak berada di Indonesia bagian timur. Hal ini ditujukan agar terjadi pemerataan pembangunan di Indonesia. Kita ketahui bersama bahwa di Indonesia bagian timur fasilitas sarana prasarana termasuk perumahan masih belum cukup memadai.
Provinsi dengan pembangunan rumah khusus terendah adalah Jakarta sebanyak 40 unit dan Bali sebanyak 25 unit. Pembangunan (khususnya perumahan) di kedua provinsi ini sudah cukup merata. Seiring terpenuhinya kebutuhan rumah masyarakat, jumlah pembangunan rumah khusus menurun setiap tahunnya. Dalam periode 2015 sampai 2019 rumah khusus yang telah terbangun sebanyak 23.960 unit.
Jumlah rumah khusus menurut kegiatan pada tahun 2019 sebanyak 1.954 unit. Jumlah rumah khusus yang paling banyak dibangun adaah untuk para nelayan sebesar 34 persen (660 unit) dan diikuti di daerah tertinggal/terasing sebesar 16 persen (305 unit) serta untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 12 persen (240 unit). Sedangkan tiga alokasi terendah untuk tersebar/atlet sebesar 5 persen (99 unit), petugas 6 persen (107 unit), dan program pemerintah sebesar 8 persen (164 unit). Sedangkan untuk korban bencana sebesar 9 persen (184 unit) dan perbatasan/pulau terluar sebesar 10 persen (195 unit).
Program Sejuta Rumah
Sejak tahun 2015 KemenPUPR dipercaya untuk menyediakan tempat tinggal yang layak bagi kesejahteraan bangsa Indonesia melalui Program Sejuta Rumah (PSR). Program Sejuta Rumah bertujuan untuk meningkatkan jumlah suplai perumahan Indonesia terutama untuk pangsa pasar menengah ke bawah. Program PSR diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) akan perumahan sehat.
Pemerintah melalui Permendagri Nomor 55 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Perizinan dan Nonperizinan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah mencoba menjawab permasalahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan dirilisnya Peraturan Pemerintah ini, diharapkan mampu memicu percepatan pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor perumahan.
Program sejuta rumah ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 2018 telah melewati target yang diberikan pemerintah yaitu sebanyak 1.132.621 unit. Per November 2019 sudah mencapai 4,6 juta unit rumah layak huni yang meliputi rumah susun, rumah khusus, swadaya, serta prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Dengan proporsi 70 persen untuk MBR dan sisanya 30 persen untuk non MBR. Capaian ini sungguh luar biasa melampaui target dan berhasil diwujudkan Pemerintah di sektor perumahan.
Program sejuta rumah juga banyak menyerap tenaga kerja dalam pengerjaannya. Tidak hanya itu, masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) juga memiliki hunian layak huni yang dibangun oleh KemenPUPR. Hal ini dapat selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Berikut video infografis Target RPJMN dan Capaian Renstra 2015-2019 serta Program Sejuta Rumah KemenPUPR
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu merealisasikan mimpi saya untuk bisa mendapatkan kembali rumah masa kecil yang telah hilang oleh ombak Tsunami.
Salam,
Referensi:
https://www.pu.go.id/
https://perumahan.pu.go.id/
https://www.pu.go.id/guntingan
https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/Lakip/tahun2019/lakip_ditjenperumahan_2019.pdf
https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/Lakip/tahun2019/lakip_ditrusus_2019.pdfhttps://setjen.pu.go.id/pusdatin/source/File%20pdf/BIS%202019.pdf
https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/Buku/BUKU%20PSR.pdf
https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/Buku/BEST%20PRACTICES%20PERUMAHAN%23FINAL%20CETAK%20.pdf
https://perumahan.pu.go.id/source/Majalah%20Maisona/Renstra/RENSTRA_DIT_PERENCANAAN_TAHUN_2015-2019.pdf
https://sigi.pu.go.id
https://bps.go.id/
programnya keren banget iniii, alhamdulillah ya mbak, rumah masa kecilnya bisa dibangun kembali, semoga semakin banyak program seperti iniii 🙂
Pusing aku tuh mba kalo udah mikirin rumah, karena memang lagi sambil nyari juga buat masa depan. seenggaknya buat setelah nikah huhu Thanyou ya mba referensinyaa
semoga program ini bisa membantu ya mereka yang belum memiliki rumah. Aku pun semangat nabung biar bisa punya rumah sendiri..udah dapat, nabung lagi buat yang berikutnya hehehehe
kalau saya cita2 masa kecilnya punya rumah apartemen mba, pokoknya yang dekat dengan langit hahaha yang bisa lihat ke bawah di waktu malam dan dipenuhi lampu, indah sepertinya
turut berdukacita ya mbak atas musibahnya.
semoga semuanya bahagia kembali. dulu aku masih smp pas tahun 2004. T_T
ada plus minusnya sih sekarang kalo mau beli rumah. Kebanyakan yg tersedia dengan harga terjangkau adanya di pinggiran jakarta…
tp kalo pun mau di apartemen pasti orang tua deh yg ga setuju karena bukan tanah hak milik… padahal impian aku ya punya tempat tinggal di pusat kota supaya mobilitasnya lebih enak
Aku suka rumah yang nggak gitu luas, tapi komplit mba
mau kemana-mana yang gampang, biar kalau ke kamar mandi ga takut kejauhan ahahha
Ikut berdukacita akibat tsunami ya mba. Akupun dulu sempet tinggal di Banda Aceh. Tapi pas kejadian aku sedang di Penang. Rumahku di Ulee lheue rata juga Ama tanah. Pas denger kabar tsunami itu, lemes rasanyaa, ga kebayang seandainya aku msh di sana :(. Temen2 kuliah banyak yg hilang dan meninggal. Lama aku ga kepengin balik ke Banda waktu itu. Trakhir pas 2017 kalo ga salah, beraniin diri liat lagi. Dan mampir ke museum tsunami, nangis lagi …. ah sudahlah, sampe kapanpun ga akan hilang sedihnya..
Syukurlah ada program rumah ini. Berguna sekali untuk orang2 yg ingin mempunyai rumah layak tinggal 🙂
Saya juga ikut berduka cita ya mba.. Bener shock banget dengan adanya Tsunami yang terasa begitu tiba-tiba. Semoga kelak bisa berkumpul lagi dengan mereka dalam keadaan yang jauh lebih baik.. Betul mba, program rumah bantuan tsunami ini membantu banget bagi warga yang terdampak..