In this blog

  1. Motherhood & Parenting, click:

parenting

2. Traveling, click:

3. Review, click:

review mbakdina.com

 

My other blogs

Kota yan pernah ditinggali
#BPN30DayChallenge2018

6 Kota yang Pernah Ditinggali. No 4 Unpredictable Banget!

Berapa kota yang pernah teman-teman tinggali? Kalau saya, ada 6 kota yang sudah saya tinggali. Ditinggali versi saya itu sudah menetap disana setidaknya minimal 1 bulan, jadi berbeda dengan disinggahi ya, hehe. Dan inilah 6 kota yang pernah saya tinggali.

Kota yan pernah ditinggali

1. Yogyakarta

Kota ini sudah saya tinggali sejak berada di kandungan ibu saya hingga akhirnya saya lahir, hehe. Lumayan sering pindah-pindah selama di kota pelajar ini.

Ada beberapa rumah yang pernah kami tinggali, maklum seringnya jadi kontraktor, hihi.

Kalau tidak salah masa kecil saya di daerah Gedongkiwo dan pindah ke Suryodiningratan, saat masuk kelas 3 SD pindah lagi (masih) di daerah Suryodiningratan, lalu 6 bulan di Gedongkiwo saat kelas 5 SD, pindah lagi ke Mantrijeron, hingga akhirnya di akhir kelas 6 SD pindah ke rumah sendiri di Nitiprayan. Kelas 2 SMP (pasca tsunami) pindah lagi untuk tinggal bersama simbah dan pakde, dan lulus SMA pindah (ngekos) di Pogung (dekat UGM) selama 4 tahun.

2. Jakarta

Dulu waktu masih kecil, saya sering diajak simbah ke tempat bude saya di Jakarta naik kereta api. Saat TK juga pernah diajak ibu saya (rahimahallah) ke Jakarta dan waktu diajak balik ke Aceh saya nggak mau, bilangnya mau di Jakarta aja. Gayanya euy, wkwk. Alhasil di awal-awal aja betah, namanya juga anak masih kecil, kalau nggak ada ibunya pasti gimanaaaa gitu kan? Alhasil lama-lama nggak betah, ngurung diri di dalam kamar aja, daann ujung-ujungnya demam tinggi sampai akhirnya dijemput sama ibu saya balik ke Aceh lagi, wkwk. Rasanya masih melekat banget di ingatan.

3. Banda Aceh

Saya di Banda Aceh sejak mulai TK sampai menjelang kelas 3 SD. Pindah ke Aceh karena ayah saya asli Aceh dan ibu saya kerja sebagai dosen honorer di Aceh.

Setelah dari Aceh, kami pindah lagi ke Jogja karena ibu saya melanjutkan studinya di Jogja sampai saya SMP. Rekor kuliah S2 terlama kayaknya, dibela-belain begitu biar bisa bareng sama anak-anaknya, masyaAllah. Sedihnya, qaddarullah bulan Oktober atau November pasca wisuda, ibu saya harus balik Aceh untuk mulai ngajar dan akhir Desember qaddarullah terjadi tsunami yang menjadi perpisahan terakhir bagi kami di dunia T.T.

Duh jadi mellow, huhu.

4. Kutacane

5 hari setelah nikah, saya dan suami langsung pindah ke Kutacane karena beliau ditempatkan kerja disana. Kutacane merupakan kabupaten kecil yang terletak di Aceh Tenggara (perbatasan dengan Kabupaten Karo, Sumatera Utara). Untuk sampai ke Banda Aceh (ibukota provinsi) harus menempuh perjalanan darat setidaknya selama 16 jam mengitari bukit barisan yang berkelok-kelok. Jika menggunakan pesawat, sampai saat ini hanya bisa menggunakan maskapai Susi Air dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.

Kenapa unpredictable?

Karena awal-awal di Kutacane berasa kaget banget! Dulu tahun 2014 nggak banyak yang bisa diketahui tentang Kutacane, baik dari google maupun map. Masih benar-benar berasa ‘sepi’ setelah sekian lama tinggal di kota besar. Supermarket nggak ada, retail semacam indomaret (baru masuk tahun 2016) dan alfamart nggak ada, mall? Kurang suka ke mall sih, cuma ada di provinsi Banda Aceh. Gramedia atau toko buku sejenis nggak ada, salon khusus muslimah nggak ada, dokter anak cuma 3, dokter kandungan juga cuma 3 dan laki-laki semua, pelayanan kesehatan kurang memadai, dll, you name it lah..

Tapi dibalik ‘ketertinggalan’ yang ada dibanding kota-kota besar, yang saya suka dari Kutacane adalah air minumnya yang sueger banget karena ambil dari mata air, kopi gayonya (oh iya Kutacane juga bersebelahan dengan kabupaten Gayo Lues) yang harum dan enak, hutan lindung Leuser yang bener-bener berasa banget hutannya, jadi udaranya segar banget, jalanan yang mulus-mulus banget meskipun di kampung, sungainya jernih (bisa mandi di sungai karena sepi, lol), air terjunnya cantik, dan wisata arung jeramnya udah kelas internesyenel lho! Pokoknya bagi yang suka wisata alam, disini cucoookk banget.

Kami tinggal di Kutacane selama sekitar 4 tahun. Sampai-sampai kedua anak kami lahir disini, masyaAllah, hihi.

5. Medan

Saya tinggal di Medan kurang lebih selama 1 bulan saat suami berangkat haji 2015 lalu. Di Medan saya tinggal bersama dengan kakek dan neneknya suami.

Kalau ada libur agak panjang, biasanya dari Kutacane kami pergi ke Medan, menempuh perjalanan darat selama sekitar 6-8 jam.

6. Surabaya

Alhamdulillah, setelah selama 4 tahun di Kutacane akhirnya bisa pindah juga, hihihi. Pindah ke Surabaya karena suami sedang melanjutkan studinya disini. Awal-awal daftar buat lanjut s2 ini lumayan ‘ngoyo’ perjuangannya sampai akhirnya dinyatakan lolos seleksi, Alhamdulillah. Jazaahullah khoiran..

Well, itu tadi 6 kota yang pernah saya tinggali. Berapa kota yang teman-teman sudah tinggali? Ada yang sama juga dengan saya? Share yuukk di kolom komentar^^

Salam,

6 thoughts on “6 Kota yang Pernah Ditinggali. No 4 Unpredictable Banget!

  1. Wohoo, jauh ya mbak merantaunya dari kutacane ke surabaya. Hihi. Btw, saya mantan penduduk surabaya yang pernah menetap 2 tahun disana buat lanjut s2. Sekarang saya tinggalnya geser dikit doang ke kota tetangga alias sidoarjo. Hha

  2. Jd nginget2 atlas tadinya, wait kutacane dimn y, ternyata aceh hihi

    Seneng ya bisa domisili kliling indonesia, hidup jadi penuh warna ga monoton
    Enak pula karena sda nya masih pada murni2 y, termasuk air minum dari mata aer langsung yg tentunya beda jauh dari air minum biasa, jg kopi gayonya
    Mie acehhhhhnya mana hehe

    1. Iya mba, di Aceh ujung bawah (dekat Sumut), hehe..

      Alhamdulillah mba, menikmati kehidupan yang pindah-pindah, ekekw.

      Enaknya disana karena alamnya masih terjaga sih, jadi asriii bangetz..

      Di Kutacane mie Aceh nya udah beda mba, lebih enak mie Aceh Banda Aceh dan sekitarnya, hihi. Masakan khas Aceh juga jarang ada disini, huhu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *