JANGAN MENANGISI SUSU YANG TUMPAH
Sebagian orang beranggapan bahwa karakter yang dimilikinya semenjak kecil dan orang lain mengenalnya dengan karakter itu dan persepsi mereka tentang dirinya terbangun berdasarkan karakter itu adalah sesuatu yang melekat pada dirinya dan tidak mungkin bisa diubah. Maka ia pun pasrah dan menerima apa adanya. Sebagaimana kepasrahan mereka menerima tinggi badannya dan warna kulitnya. Karena ia tidak mungkin bisa mengubahnya.
Padahal orang yang cerdas berpandangan bahwa mengubah karakter boleh jadi lebih mudah daripada mengganti pakaian. Sebab, karakter kita tidak sama dengan susu yang tumpah yang tidak mungkin bisa diselamatkan atau dikumpulkan. Karakter kita sesungguhnya ada di tangan kita. Bahkan dengan teknik-teknik tertentu kita bisa mengubah karakter orang lain. Bahkan terkadang kita bisa mengubah akalnya.
Ibnu Hazm menyebutkan didalam kitabnya Thauqul Hamamah, bahwa di Andalusia pernah ada seorang saudagar terkenal yang terlibat persaingan bisnis dengan 4 orang saudagar lainnya. Mereka semua membencinya dan berniat mengganggunya.
Suatu pagi saudagar itu keluar dari rumahnya menuju tokonya. Ia memakai baju dan surban putih. Salah satu dari mereka berpapasan dengannya dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu ia memandangi surbannya dan berkata, “Alangkah bagusnya surban kuning ini!”
Saudagar: “Matamu buta!? Surban ini putih.”
Pesaing 1: “Tidak, surban itu kuning. Kuning tapi bagus.”
Saudagar itu meninggalkannya dan berlalu. Setelah berjalan beberapa langkah ia bertemu dengan pesaing 2. Si pesaing 2 mengucapkan salam kepadanya kemudian memandangi surbannya. Lalu berkata: “anda tampan sekali hari ini. Pakaian anda juga bagus sekali. Apalagi surban hijau ini.”
Saudagar: “Hai Bung, surban ini putih.”
Pesaing 2: “Bukan, hijau”
Saudagar: “Putih. Enyah dari hadapanku!”
Saudagar yang malang ini berlalu sambil berbicara didalam hati. Berulang kali ia pandangi ujung surbannya yang menjuntai di pundaknya untuk memastikan bahwa surban itu berwarna putih.
Ia tiba di tokonya dan memutar gembok untuk membukanya. Tiba-tiba pesaing 3 menghampirinya dan berkata: “Hai fulan, anda tampan sekali pagi ini. Apalagi pakaian anda yang bagus itu. Dan anda semakin tampan dengan surban biru ini.”
Saudagar itu memandangi surbannya untuk memastikan warnanya. Lalu ia mengucek-ucek matanya dan berkata: “Saudaraku, surbanku ini putiiihhh!!”
Pesaing 3: “Tidak, biru. Tapi secara umum surban itu bagus. Jangan sedih.”
Lalu ia pun pergi. Sementara si saudagar memekik: “Surban ini putih!”
Ia pandangi surbannya dan ia membolak-balik ujungnya.
Ia duduk sejenak di dalam tokonya. Dan ia nyaris tidak pernah memalingkan matanya dari surbannya.
Mendadak pesaing 4 menemuinya dan berkata: “Hai fulan, maasya Allah, dimana anda membeli surban merah ini?”
Saudagar itu berteriak: “Surbanku biru!”
Pesaing 4: “Tidak, merah.”
Saudagar: “Tidak, hijau. Tidak. Tidak. Tapi putih. Tidak, biru. Hitam.” Lalu tertawa. Kemudian menjerit. Lantas menangis. Dan berdiri sambil melompat.
Ibnu Hazm menyatakan: “Setelah itu saya sempat melihat saudagar tersebut di jalanan Andalusia. Ia menjadi gila dan dilempari kerikil oleh anak-anak.”
Kalau mereka berhasil merubah karakter seseorang-bahkan merubah akalnya- dengan ketrampilan yang primitif, maka apa yang terpikir di benak anda dengan ketrampilan yang dikaji secara mendalam, disinari dengan teks-teks Al-Qur’an dan hadits, dan dijalankan oleh seseorang dalam rangka mengabdi kepada Allah ta’ala?!
Jadi, jalankanlah ketrampilan-ketrampilan bagus yang anda dapatkan agar hidup anda bahagia.
Kalau anda berkata: “Aku tidak bisa!”
Saya berkata: “Cobalah!”
Kalau anda berkata: “Aku tidak tahu!”
Saya berkata: “Belajarlah!”
Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ilmu itu didapat dengan belajar. Dan kesantunan itu didapat dengan berlatih.”
Selesai ditulis ulang dari buku “Nikmatilah Hidup Anda” karya Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Arifi
…Jum’at, 25 Januari 2013 pukul 20.56 WIB, ditengah rintik hujan kota Yogyakarta…